Jumat, 30 Desember 2022

Edward Douwes Dekker, Kritik Untuk Kolonial dari Darah Belanda, Lewat Sebuah Buku

 


Eduard Douwes Dekker (2 Maret 1820 – 19 Februari 1887), atau yang dikenal pula dengan nama pena Multatuli (dari bahasa Latin multa tuli "banyak yang aku sudah derita"), adalah penulis Belanda yang terkenal dengan Max Havelaar (1860), novel satirisnya yang berisi kritik atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi di Hindia Belanda.

Eduard memiliki saudara bernama Jan yang merupakan kakek dari tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, Ernest Douwes Dekker yang dikenal pula dengan nama Danudirja Setiabudi.

Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi; 8 Oktober 1879 – 28 Agustus 1950) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.

Sejak berusia 18 tahun, Eduard bekerja menjadi pegawai di pemerintah Hindia Belanda. Bagi Eduard, penempatannya di sebuah kantor dagang membuatnya merasa dijauhkan dari pergaulan dengan kawan-kawannya sesama keluarga berkecukupan; ia bahkan ditempatkan di posisi yang dianggapnya hina sebagai pembantu di sebuah kantor kecil perusahaan tekstil.

Pelrakuan tidak berkeprimanusiaan terhadap rakyat jajahan, membuat hati Eduard gusar. Ia mengambil sikap untuk membela rakyat yang terhisap oleh sistem jajahan.


Ketika kembali dari Hindia Belanda, dia membawa berbagai manuskrip diantaranya sebuah tulisan naskah sandiwara dan salinan surat-surat ketika dia menjabat sebagai asisten residen di Lebak. Pada bulan September 1859, ketika istrinya didesak untuk mengajukan cerai, Eduard mengurung diri di sebuah kamar hotel di Brussel dan menulis buku Max Havelaar yang kemudian menjadi terkenal.





Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1860 dalam versi yang diedit oleh penerbit tanpa sepengeatahuannya namun tetap menimbulkan kegemparan di kalangan masyarakat khususnya di kawasan negerinya sendiri.


Ketika menerbitkan novel Max Havelaar, ia menggunakan nama samaran 'Multatuli'.


Sumber         : Internet
Olah Data    : Andanu


Pulau Tarakan, Pintu Masuk Jepang Menjajah Indonesia



Tarakan dulunya merupakan daerah penghasil kilang minyak utama dimasa kolonial Belanda. Tarakan mengutamakan kepentingan strategis yang besar selama perang Asia-Pasifik. Hal ini pula sepertinya yang membuat bahan pertimbangan Jepang menjadikan Tarakan sebagai target utama dan akhirnya memutuskan mendarat di sana.

Jepang mendarat pertama kali di Indonesia pada tanggal 11 Januari 1942, tepat di pesisir Pulau Tarakan, Kalimantan. Dikutip dari buku "Sejarah Pergerakan Nasional" karya Fajriudin Mutaqqin (2015), setelah Jepang mendarat di Tarakan, keesokan harinya Komandan Belanda dipulau itu menyerah pada 12 Januari 1942.

Tak lama kemudian, pada 24 Januari 1942, Balikpapan yang merupakan sumber minyak kedua jatuh ke tangan tentara Jepang.



Setelah penaklukan itu, Jepang melanjutkan pendudukannya di sejumlah wilayah yang menjadi tempat strategis dan penting bagi mereka.


Alasan Jepang pertama kali mendarat di Tarakan karena kekayaan sumber daya alamnya, khusunya minyak yang dalam jumlah besar.


Sebelumnya Belanda sudah menjadikan Tarakan sebagai kota penting, karena memilik 70 sumur minyak, penyulingan minyak, dan lapangan udara.


Itulah mengapa Jepang menduduki Tarakan ketika pertama datang ke Indonesia, bukan Pulau Jawa. Karena mereka membutuhkan pasokan minyak bumi untuk Perang Pasifik.
 

Olah data: Andanu



Mengenal E-Waste dan Cara Mengelolanya

 


Gubookers, siapa nih yang sudah tahu tentang istilah E-Waste? Langsung aja yuk kita bahas bersama. Check this out!


Melansir dari halaman web zerowaste.id, E-Waste adalah istilah untuk barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai dan dibuang begitu saja, baik itu karena rusak atau sudah ketinggalan zaman, seperti (cellphone, computer, monitor, printer, small device, dsb). 

Pada 2016, Indonesia masuk ke daftar 10 besar negara penghasil limbah elektronik mencapai terbanyak didunia (sumber: Statistika).






Berdasarkan data tersebut, Cina menempati urutan pertama dengan produksi limbah elektronik mencapai 7,2 juta ton, disusul Amerika Serikat dengan 6,3 juta ton limbah elektronik. Sedangkan Indonesia menghasilkan 1,3 juta ton e-waste.


Bahaya Sampah Elektronik

E-waste termasuk limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang tidak bisa dibuang dan dikelola sembarangan. Banyak zat yang bisa mengkontaminasi tubuh dan ekosistem lingkungan, misalnya kandungan mercucry dan palladium yang sifatnya beracun.

Hampir semua e-waste yang kita hasilkan bermuara di negara miskin seperti Agbogbloshie, Ghana. Disana lebih dari 50.000 orang tinggal dan mencari nafkah dari serpihan material e-waste.

Mereka biasanya membakar sampah tersebut untuk mendapatkan material yang berharga agar dapat dijual kembali. Namun hal ini sangat membahayakan tubuh manusia dan ekosistem.





Cara Mengelola Sampah elektronik (E-Waste)

A. Gadget Lama

Untuk mengelola gadget lama agar tidak menjadi sampah elektronik, ada 3 langkah yang harus Gubbokers lakukan nih:

  • Gubookers bisa mulai mencari dan mengumpulkan gadget lama yang mungkin menumpuk di laci, lemari atau gudang rumah.

  • Jika ada gadget yang belum bisa Gubookers lepaskan karena sentimental bagimu, maka rawatlah sebaik mungkin atau perbaiki jika memungkinkan, agar dapat digunakan kembali.

  • Jika ada gadget yang tidak begitu kalian pentigkan, Gubookers bisa membawa dan memasukkan pada kotak khusus e-waste yang ada di kotamu. Jangan dibakar, ditimbun, terlebih dibuang sembarangan.

B. Gadget Baru

Dan untuk gadget baru, ada 4 langkah besar yang harus Gubookers lakukan untuk mengurangi potensi sampah elektronik.

  • Jika Gubookers ingin membeli gadget yang baru, pastikan beli gadget dengan kualitas yang tahan lama.

  • Rawat gadget tersebut agar awet dan bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama.

  • Belilah gadget dengan fitur all-in agar Gubookers tidak perlu membeli aksesoris tambahan lainnya.

  • Pastikan Gubookers bisa menahan diri untuk tidak membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

Nah Gubookers, sekarang sudah tahu ya bahaya dan cara mengelola sampah elektronik. Kita bisa sama-sama memberikan kesadaran orang-orang terdekat untuk bijaksana dalam menggunakan peralatan elektronik, agar tidak menimbulkan sampah elektronik yang menumpuk dan bisasa memberikan dampak buruk untuk manusia dan lingkungan sekitar.


Sumber        : zerowaste.com
Olah Data    : Andanu 


Mengenal Edhi Sunarso, Maestro Patung Dari Tentara Menjadi Seniman

 


Indonesia memiliki banyak sekali tokoh-tokoh yang dijadikan sebagai pahlawan, hal ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak sekali patung atau monumen yang dibuat untuk mengenang jasa pahlawan tersebut dan melestarikan nilai-nilai sejarah yang ada. Sehingga dapat dipelajari oleh generasi mendatang.

Dan salah satu tokoh yang sangat berjasa dalam pembuatan patung-patung pahlawan yang ada di Indonesia adalah Bapak Edhi Sunarso. Lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada 12 Juli 1932. Beliau merupakan lulusan dari Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STRI/ASRI), lalu berkuliah di Visva Bharanti Rabindranath University, di India.


Dengan pendidikan yang beliau miliki, Pak Edhi Sunarso mengabdikan dirinya sebagai pematung khususnya terhadap tokoh-tokoh pahlawan nasional. Tak hanya sebagai seniman, beliau juga pernah menjadi seorang tentara, salah satunya pada pasukan Samber Nyawa Divisi I, Batalyon III, dan Resimen V Siliwangi.


Perjalanan Pak Edhi sebagai tentara tidak selalu berjalan mulus, sampai beliau bertemu dengan seorang bernama Hendra Gunawan, seniman pada tahun 1950. Pertemuan itu membuat darah seniman pada Pak Edhi mengalir kembali, dan dari sana pula beliau mulai belajar dan mendalami seni memahat. Dan melepas statusnya sebagai tentara militer.







Nama Edhi Sunarso meroket ketika beliau berhasil menjadi runner up pada lomba sayembara patung sedunia yang diadakan di London pada tahun 1953. Tak hanya itu, beliau juga mendapatkan penghargaan medali emas sebagai karya seni patung terbaik, India pada tahun 1956 dan 1957.

Torehan tersebut yang membuat Pak Edhi dipercaya untuk memegang kendali dalam seni pahat di Indonesia. Nah berikut beberapa hasil karya Pak Edhi Sunarso, Monumen Tugu Muda (Semarang), Monumen Pembebasan Papua Barat (Jakarta), Monumen Selamat Datang (Jakarta), Patung Dirgantara (Jakarta) dan masih banyak lagi.

Pak Edhi Sunarso wafat pada 4 Januari 2016 di Jogja International Hospital pukul 22:52 karena infeksi pernafasan akut yang dideritanya, dan dimakamkan secara militer.



sumber:

Good News From Indonesia

Liputan 6

olah data & ilustrasi:

andanu


Mengenal Suku Bajo, Penyelam dan Pengembara Laut yang Ulung

 

Suku Bajo atau disebut juga Suku Bajau dan Suku Sama, adalah salah satu suku yang ada di Indonesia, hidupnya nomaden (berpindah-pindah) diatas perairan laut. Mereka datang dari dari Kepulauan Sulu di Filipina utara, berabad silam. 

Sebagian besar menuju Sabah dan berbagai wilayah Indonesia, hingga ke Kepulauan Madagaskar. Suku Bajo juga terdapat di Malaysia, Brunei, dan Filipina. Di Indonesia sendiri, Suku Bajo tinggal di Kalimantan TImur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Boleng, Seraya, Komodo, Longos), Sumenep dan wilayah Indonesia bagian timur lainnya.


Sebagian besar Suku Bajo di Indonesia sudah tidak lagi nomaden, mereka menetap di pesisir pantai dengan hunian sederhana yang layak ditempati dan meninggalkan Animisme/Dinamisme. Dengan bermodalkan perahu kuno, tanpa peralatan penunjuk arah untuk memandu perjalanan, mereka hanya mengandalkan posisi bintang.





Suku Bajo memiliki keunggulan berenang yang hebat, mereka mampu bertahan di kedalaman 60-70 meter selama 13 menit, tanpa alat bantu apapun. Suku Bajo merupakan perenang dan penyelam yang ulung. Mereka bisa disebut Manusia Ikan dari Indonesia. Hasil penelitian mengatakan Suku Bajo memiliki ukuran limpa 50% lebih besar dari ukuran suku lainnya.

Ukuran limpa yang besar tersebut ternyata mampu menyuplai oksigen dalam darah selama menyelam di laut. Secara genetik, Suku Bajo memiliki gen PDE10A yang mampu mengatur hormon tiroid untuk mengembangkan ukuran limpa dibandingkan dengan orang biasa.


Kehebatan Suku Bajo dalam menyelam, membuat para ilmuwan dunia tertarik untuk melakukan penelitian. Salah satunya adalah sekelompok mahasiswa dari University of Copenhagen dan University of California yang mencoba meneliti misteri asal-usul kehebatan Suku Bajo yang ada di Indonesia.


Tak hanya para ilmuwan yang kagum terhadap Suku Bajo. Film Avatar 2 The Way of Water besutan Sutradara James Cameron, ternyata terinspirasi oleh Suku Bajo yang ada di Indonesia loh, Gubookers. Dikutip dari kanal YouTube National Geographic, sang sutradara mengatakan "Ada orang laut di Indonesia, yang tinggal di rumah panggung dan tinggal di rakit dan sebagainya. Kami melihat hal-hal seperti itu dan kami melihat beberapa desa yang berbeda pada jalur air yang ada menggunakan arsitektur dari pohon-pohon lokal".



sumber :

asamassa.com

national geographic indonesia

hipwee

sindonews.com


riset dan olah data :

Zahra & Andanu


Edward Douwes Dekker, Kritik Untuk Kolonial dari Darah Belanda, Lewat Sebuah Buku

  Eduard Douwes Dekker (2 Maret 1820 – 19 Februari 1887), atau yang dikenal pula dengan nama pena Multatuli (dari bahasa Latin multa tuli &q...